Pernikahan adalah salah satu momen paling sakral dalam kehidupan manusia. Terlebih dalam budaya Jawa, pernikahan bukan sekadar penyatuan dua insan, tapi juga menyatukan dua keluarga besar, nilai-nilai budaya, serta tradisi luhur yang telah diwariskan turun-temurun. Salah satu bagian paling menyentuh dalam rangkaian adat pernikahan Jawa adalah prosesi sungkeman.
Bagi sebagian orang, mungkin sungkeman hanyalah “acara menangis di depan orang tua”. Tapi sebenarnya jauh lebih dari itu. Prosesi ini merupakan bentuk penghormatan dan ngaturaken raos sukur – mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam — seorang anak kepada orang tua atas kasih sayang dan pengorbanan yang tak terhingga. Mari kita kupas lebih dalam makna, proses, dan filosofi di balik tradisi sungkeman ini.
Apa itu Sungkeman?
Sungkeman berasal dari kata "sungkem" yang berarti bersimpuh atau duduk dengan penuh rasa hormat di hadapan orang yang dituakan. Dalam praktiknya, sungkeman biasanya dilakukan dengan posisi lutut menyentuh lantai, badan membungkuk, serta tangan menyentuh atau mencium lutut orang tua. Kadang diiringi tangisan haru bahkan isak tangis bahagia.
Dalam konteks pernikahan Jawa, sungkeman menjadi momen puncak emosional. Calon pengantin, baik pria maupun wanita, berlutut di hadapan orang tua masing-masing dan memohon restu atas pernikahan mereka. Ini bukan hanya simbol, tapi juga refleksi kesadaran bahwa restu orang tua adalah kunci kebahagiaan rumah tangga yang akan dibangun.
Makna Filosofis Sungkeman
Sungkeman bukan sekadar formalitas dalam sebuah upacara. Ia punya makna yang sangat dalam dan menyentuh aspek emosional maupun spiritual. Berikut beberapa makna penting dari tradisi ini:
- Penghormatan kepada orang tua: Ini adalah bentuk ngajeni (menghargai), dimana anak menyadari bahwa dirinya tidak terlepas dari jasa orang tua.
- Permohonan maaf dan restu: Melalui sungkeman, anak memohon maaf atas segala kesalahan, dan meminta doa serta restu untuk fase hidup baru.
- Simbol peralihan status: Anak yang sebelumnya menjadi tanggungan orang tua, kini akan membentuk keluarga sendiri. Sungkeman menjadi simbol izin dan perpisahan emosional secara halus.
Prosesi Sungkeman dalam Adat Pernikahan Jawa
Sungkeman biasanya dilakukan setelah prosesi adat utama seperti akad nikah atau panggih (pertemuan pengantin). Lokasinya sering kali berada di pelaminan atau tempat khusus yang disiapkan dalam upacara.
Urutan dalam Prosesi Sungkeman
- Bersimpuh di hadapan orang tua: Pengantin pria dan wanita secara bergantian bersimpuh di depan orang tua masing-masing.
- Menyampaikan ungkapan batin: Tidak jarang calon pengantin mengucapkan kata-kata permintaan maaf dan terima kasih, meskipun tak sedikit yang terbata-bata karena haru.
- Mencium tangan atau lutut: Ini adalah simbol kerendahan hati dan penerimaan akan doa restu dari orang tua.
- Pelukan dan doa: Biasanya diakhiri dengan pelukan hangat dan doa yang diucapkan oleh orang tua, sebagai restu dan harapan untuk rumah tangga yang diberkahi.
Suasana saat sungkeman biasanya sangat haru. Tamu undangan pun kerap terbawa emosi melihat ketulusan cinta dan rasa terima kasih yang terjalin dalam momen itu. Tangis pun menjadi warna khas yang menghiasi prosesi ini.
Hubungan Sungkeman dengan Nilai Budaya Keluarga
Budaya Jawa sangat menjunjung nilai kekeluargaan, sopan santun, dan tata krama. Hubungan antara anak dan orang tua digambarkan sebagai hubungan penuh cinta, hormat, dan saling mendukung. Sungkeman adalah representasi kental dari nilai-nilai itu.
Dengan melakukan sungkeman, pasangan pengantin memulai perjalanan rumah tangga mereka dengan landasan yang kuat: restu orang tua dan kesadaran akan pentingnya menghormati leluhur serta keluarga.
Mewarisi Nilai Luhur Lewat Tradisi
Tak bisa dipungkiri, zaman terus berubah. Namun mempertahankan tradisi seperti sungkeman menjadi jembatan penting dalam memastikan bahwa nilai-nilai luhur orang Jawa tetap hidup dari generasi ke generasi.
Sungkeman memaksa kita untuk berhenti sejenak, merenungi akar kita, dan menghormati mereka yang telah membesarkan kita dengan penuh pengorbanan. Ini adalah pelajaran penting bagi kehidupan rumah tangga sekali pun era telah berganti.
Tips Melakukan Sungkeman yang Tulus
Bagi kamu yang sedang mempersiapkan pernikahan dengan adat Jawa, berikut beberapa tips agar momen sungkeman menjadi pengalaman emosional yang berkesan dan tulus:
- Fokus pada perasaan, bukan formalitas: Jangan merasa harus tampil sempurna. Jadikan momen ini sebagai kesempatan jujur untuk mengungkapkan hati.
- Bicaralah dari hati: Beberapa pengantin menyiapkan kata-kata pendek untuk disampaikan. Tidak harus panjang, cukup tulus.
- Jangan malu menangis: Tangis adalah ekspresi tulus dari perasaan terdalam. Tak perlu ditahan, biarkan mengalir.
- Persiapkan pakaian yang nyaman: Karena akan bersimpuh, pastikan pakaian adat tidak menyulitkan gerakan saat sungkeman.
Sungkeman: Tradisi yang Relevan di Zaman Modern
Meskipun kita hidup di era yang kian modern, nilai dalam budaya tradisional tak pernah usang. Justru keberadaan tradisi seperti sungkeman membantu mempertegas identitas kita sebagai orang Jawa, atau siapa pun yang menghargai nilai-nilai keluarga.
Generasi muda mungkin tidak semua mengikuti adat pernikahan Jawa secara lengkap, namun banyak yang tetap mempertahankan sesi sungkeman sebagai bagian penting dari perjalanan spiritual dan emosional mereka memasuki dunia pernikahan. Ini adalah bukti bahwa budaya tidak harus dilestarikan dengan cara yang kaku, melainkan dengan menghargai makna dan menyesuaikannya dengan konteks masa kini.
Menjadi Inspirasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Nilai dari tradisi sungkeman tidak perlu hanya dibatasi dalam pernikahan. Bentuk menghormati orang tua, menyampaikan terima kasih, dan meminta maaf bisa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sebuah pelukan dan permintaan maaf yang tulus dapat mempererat hubungan keluarga dan menjaga kekompakan.
Budaya keluarga yang sehat bermula dari komunikasi yang jujur dan penuh kasih. Tradisi sungkeman hanya salah satu ekspresi yang menggambarkan pentingnya hal ini.
*****
Sungkeman dalam pernikahan Jawa bukan sekadar ritual, tapi cerminan dari nilai tinggi yang dijunjung oleh masyarakat Jawa: hormat orang tua, cinta keluarga, dan kesadaran diri akan asal-usul. Ini adalah tradisi yang mengajarkan kita untuk tidak pernah melupakan akar kita, seberapapun tinggi kita berdiri nantinya.
Jadi jika kamu akan menikah dan mempertimbangkan prosesi sungkeman, jangan ragu. Jadikan momen ini sebagai bagian penting dalam perjalanan hidup, bukan hanya sebagai simbol, namun juga sebagai bukti betapa dalamnya rasa cinta anak kepada orang tua. Karena sejatinya, sungkeman adalah bahasa jiwa: mengungkapkan dengan tubuh apa yang tak bisa sepenuhnya terwakili oleh kata-kata.